Selasa, 04 Maret 2014

Makalah Pemikiran Ulama tentang Pemikiran Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Pendidikan islam telah berlangsung kurang lebih 14 abad, yakni sejak nabi Muhammad saw diutus sebagai rasul. Pada awalnya pendidikan berlangsung secara sederhana, dengan masjid sebagai pusat proses pembelajaran, al-qur’an dan hadits sebagai kurikulum utama dan rasulullah berperan sebagai guru dalam proses pendidikan tersebut.
      Setelah rasulullah wafat pendidikan islampun berkembang, yaitu dengan ditandai adanya perubahan kurikulum pendidikan, misalnya yang sebelumnya kurikulum pendidikan hanya terbatas pada al-qur’an dan hadits kemudian ditambah dengan ilmu-ilmu baru yang berasal dari Jazirah Arab yang telah mengalami kontak dengan islam baik dalam bentuk peperangan maupun dalam bentuk hubungan damai.
      Perkembangan pendidikan islam juga diiringi dengan munculnya tokoh-tokoh pemikir kependidikan islam, seperti Ibnu Khaldun, Hasan Al-Banna, Hasan Langgulung dll. Yang mana masing-masing dari pemikir tersebut memiliki konsep pemikiran yang berbeda-beda antara pemikir satu dan pemikir lainnya. Dan pemikiran-pemikiran tersebut dijadikan acuan dalam pengembangan pendidikan islam sampai sekarang. Dan penjelasan lebih lanjutnya akan dipaparkan dalam makalah ini.





B.     Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu kiranya kami memaparkan lebih lanjut mengenai pemikiran-pemikiran pendidikan islam. Oleh sebab itu, kami menyajikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
A.    Apa pengertian pengembangan dalam pendidikan islam?
B.     Bagaimana model-model pemikiran dalam pendidikan islam?
C.     Bagaimana pemikiran-pemikiran ulama dalam pengembangan pendidikan islam.
C. Tujuan Penulisan
Peyajian makalah ini bertujuan :
1.      Untuk mengetahui pengertian pengembangan dalam pendidikan islam.
2.      Untuk mengetahui model-model pemikiran dalam pendidikan islam.
3.      Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran ulama dalam pengembangan pendidikan islam.
D.    Manfaat penulisan
1.      Manfaat Teoritis
Memperoleh gambaran umum tentang pengertian dan model-model pemikiran dalam islam.
2.      Manfaat Praktis
Memperoleh pengetahuan tentang pemikiran-pemikiran ulama dalam pengembangan pendidikan islam.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengembangan dalam Pendidikan Islam.
Istilah pengembangan dapat bermakna kuantitatif dan kualitatf. Secara kuantitatif bagaimana menjadikan pendidikan islam lebih besar, merata dan meluas pengaruhnya dalam konteks pendidikan pada umumnya. Secara kualitatif bagaimana menjadikan pendidikan islam lebih baik , bermutu, dan lebih maju sejalan dengan dasar atau nilai-nilai islam yang tetap bisa merespon dan mengantisipasi berbagai tantangan pendidikan. Termasuk dalam pengertian kualitatif adalah bagaimana mengembangkan pendidikan islam agar bisa menjadi bangunan keilmuan dan kokoh yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan masyarakat nasional dan trans-nasional serta pengembangan iptek.
Pemikiran tentang pengembangan pendidikan islam mengajak seseorang untuk berfikir analitis-kritis, kreatif, dan inovatif dalam menghadapi berbagai praktik di bidang pendidikan untuk dikaji dan ditelaah lebih lanjut serta menghadapi pemikiran dan teori-teori yang dibangun oleh para pendahulunya. Selanjutnya dapat dilanjutkan dengan memperkaya nuansa pemikiran dan teori yang ada, merevisi dan menyempurnakan pemikiran dan teori yang sudah ada, mengganti pemikiran dan teori lama dengan teori yang baru atau menciptakan pemikiran atau teori yang akan menciptakan perubahan (change), pembaruan atau perbaikan (reform), yang diikuti dengan pertumbuhan (growth), dan ditingkatkan secara berkelanjutan (continouse improvement) untuk dibawa kearah yang lebih ideal. Oleh karena itu, pemikiran tentang pengambangan pendidikan islam perlu membidik wilayah kajian.
Yaitu: foundational problems, structural problems, dan operational problems.
Dengan demikian yang dimaksud dengan pemikiran tentang pengembangan dalam islam adalah bagaimana mengembangkan pendidikan islam sehingga memiliki kontribusi yang signifikan bagi pembangunan masyarakat dan pembangunan iptek, bagaimana mengembangkan model-model pendidikan islam yang lebih kreatif dan inovatif dengan tetap komitmen terhadap dimensi fondasionalnya, bagaimana menggali masalah-masalah operasional dan actual pendidikan islam untuk dibidik dari dimensi fondasional dan strukturalnya, serta bagaimana mengembangkan pemikiran pendidikan islam sebagaimana tertuang dan terkandung dalam literatur-literatur pendidikan islam.[1]

B.     Model-model Pemikiran Islam dalam Pendidikan Islam
      Di dalam islam dikenal adanya dua pola pengembangan pemikiran islam, yaitu pola pemikiran yang bersifat tradisional dan rasional. Kedua pola pemikiran itu sangat sulit dicari titik temunya. Pola pemikiran tradisional memberikan tempat dan ruang yang sempit bagi peranan akal dan peluang yang luas diberikan kepada wahyu, sedangkan pola pemikiran rasioal bersifat sebaliknya.
      Menurut para ahli, pemikiran islam yang  berkembang pada saat ini dapat dicermati melalui empat model pemikiran keislaman, yaitu:
1.      Model Tektualis salafi
             Yaitu  memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-quran dan as-sunnah dengan melepaskan diri dan kurang begitu mempertimbangkan situasi konkret dinamika masyarakat di sekitarnya.Pemikiran Para Ulama dalam Pengembangan Pendidikan Islami. Jadi hanya mementingkan dalil-dalil tanpa menggunakan pendekatan keilmuan lain.
2.      Model Tradisionalis madzhabi
            Yaitu meahami al-qur’an melalui bantuan khazanah pemikiran islam klasik, namun kurang begitu mempertimbangkan situasi sosio historisnya. Jadi model ini berusaha membangun konsep pendidkan islam melalui kajian pemikiran pendidikan karya ulama terdahulu.
3.      Model Modernis
            Yaitu memahami al-qur’an dengan semata-mata mempertimbangkan kondisi dan tantangan sosio-historis saja tanpa mempertimbangkan khazanah intelektual klasik. Dan  pemikiran ini memliki sikap bebas modifikatif dalampengembangan pendidikan.
4.      Model Non-modernis
            Yaitu memahami al-qur’an dengan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahanyang ditawarkan oleh dunia modern.

C.    Pemikiran  Ulama’ dalam Pengembangan Pendidikan Islam
      Dalam pendidikan islam banyak sekali pemikiran-pemikiran ulama yang dijadikan rujukan dalam pengembanganaagar pendidikan islam, diantaranya:
1.      Pemikiran Ibnu Khaldun
            Dalam bidang pendidikan Ibnu Khaldun mengemukakan konsep yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip yang menekankan pada proses belajar yang dilakukan oleh guru, mulai dari adanya penahapan dan pengulangan secara berproses, tidak membebani pikiran siswanya, tidak pindah dari satu materi ke materi yang lain sebelum siswa benar-benar memahaminya, tidak menggunakan kekerasan dalam pengajaran, serta menganggap lupa adalah hal biasa dalam belajar.
            Dari prinsip-prinsip tersebut jelaslah bahwa Ibnu Khaldun begitu memperhatikan posisi siswa dalam proses pembelajaran, dimana siswa benar-benar disiapkan untuk nantinya bisa mewujudkan tujuan dari suatu pendiikan.
            Tujuan dari suatu pendidikan itu sendiri menurut Ibnu  Khaldun yaitu memperoleh ilmu pengetahuan sebagai puncak dari pembelajaran yang kemudian nantinya bisa digunakan sebagai alat untuk membantu hidup.[2] Oleh karena itu siswa harus mampu dan siap hidup lebih baik di masa yang akan datang untuk terus mempertahankan eksistensi pendidikan yang ia punya dalam masyarakat yang semakin berkembang.
2.      Pemikiran Hasan Langgulung
            Menurut Hasan Langgulung pendidkan adalah sebagai alat pengembang potensi,budaya, serta interaksi antara potensi dan budaya tersebut. Pendidikan juga merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan untuk menciptakan berbagai pola tingkah laku tertentu pada orang yang dididik.
            Dengan demikian pendidikan harus mencakup seluruh dimensi yang ada dalam diri manusia meliputi fisik, akal, akhlak, iman, kejiwaan, estetika, dan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan seorang pendidik harus benar-benar membimbing, mengarahkan potensi hidup baik berupa potensi dasar atau potensi belajar sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan seseorang yang dididikya itu, tentunya dengan tetap menggunakan landasan berupa nilai-nilai ideal islam sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai.
            Tujuan pendidikan yang dimaksud yaitu mewujudkan nilai nilai ideal yang terbentuk dalam diri mansia, membina manusia menjadi hamba allah yang saleh dalam seluruh aspek kehidupannya serta mampu mengembangkan fitrah insaniah sesuai dengn kapasitas yang dimiliki sebagai strategi pengembangan pendidikan islam.
            Untuk itu Hasan Langgulung juga mencantumkan kurikulum sebagai strategi pengembangan pendidikan. Kurikulum yakni serangkaian kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan diprogram secara terperinci bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah demi mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan begitu dapat dipahami bahwa kurikulum itu mencakup empat unsure pokok yaitu tujuan yang ingin di capai, pengetahuan dan informasi, metode pembelajaran, dan evaluasi untuk mengukur hasil pembelajaran yang telah dirancang dalam kurikulum tersebut.[3]
3.      Pemikiran Hasan Al-Banna
            Istilah penddikan dalam konteks islam lebih banyak dikenal dengan kata at –tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib, ar-riyadhah dan lain-lain, tetapi istilah yang sering digunakan oleh Hasan Al-Banna yakni at-tarbiyah dan at-ta’lim. At-tarbiyah yaitu pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan baik pendidikan agama, pendidikan jasmani, pendidikan akal dan pendidikan qalb.
            Bertolak dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa konsep Hasan Al-Banna meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal, dan hati(qalb), yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan islam yang mampu menciptakan lingkungan hidup damai dan tenteram. Jadi, pendidikan harus brorientasi pada ke-Tuhanan, bercorak  universal, bersifat konstruktif serta membentuk persaudaraan  dan keseimbangan dalam hidup.
            Sedangkan tujuan pendidikan menurut Hasan Al-Banna adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran islam yang syamil atau komprehensif, serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan islam.[4]
            Demi mewujudkan tujuan tersebut tentunya harus disertai dengan materi dan metode pendidikan yang mumpuni. Untuk materi pendidikan sama seperti konsepnya yakni terdiri dari tiga aspek, yaitu pendidikan akal yang bisa diambil dari ilmu pengetahuan agama, pengetahuan alam, pengetahuan sosial dan cabang-cabangnya. Kemudian pendidikan jasmani yang meliputi pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap anggota jasmani. Dan yang terakhir pendidikan hati (qalb) yang bisa berupa pendidikan agama dan sesuatu yang dapat menyejukkan hati.
            Sedangkan untuk metode pendidikannya, Hasan Al-Banna menawarkan enam metode sebagai berikut.
a.       Metode diakronis, yaitu suatu metode yang menonjolkan aspek sejarah. Disebut juga dengan metode sosio-historis
b.      Metode sinkronik-analitik, yaitu metode yang memberi kemampuan analitis teoritis yang berguna bagi pengembangan keimanan dan mental intelektual. Biasanya menggunakan teknik diskusi, seminar, resensi buku dan lain-lain.
c.       Metode hallul musykilat (problem solving), yaitu metode untuk melatih anak didik berhadaan dengan masalah dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.
d.      Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan melalui realisasi, aktualisasi, dan internalisasi sehingga timbul interaksi sosial.
e.       Metode al-istiqariyyat (induktif), yaitu metode agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan dengan cara berfkir dari hal khusus ke hal umum.
f.       Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode untuk menjelaskan hal-hal umum kepada hal-hal khusus.
4.      Pemikiran Harun Nasution
            Dalam pendidkan Harun Nasution menyatakan bahwa konsep pendidikan harus disesuaikan dengan konsep manusia,yakni tidak hanya terdiri dari tubuh tetapi juga terdiri dari unsur jasmani dan ruhani, yang mana ruh terbagi lagi menjadi akal dan kalbu sebagai sub unsurnya. Akal dikembangkan melalui pendidikan baik pendidikan agama maupun pendidikan sains. Keduanya sama penting dalam menciptakan generasi berpendidikan yang mumpuni namun tetap saleh dan sesuai dengan norma-norma islam.
            Tentang pendidikan agama, Harun Nasution menjelaskan bahwa yang dibutuhkan adalah pendidikan agama bukan pengajaran agama. Dikarnakan pengajaran agama itu hanya berkisar pada pokok-pokok bahasan tertentu saja tanpa memiliki pengetahuan keagamaan yang luas. Padahal tujuan pendidikan agama itu sebaiknya didasarkan pada tujuan moral, spiritual, dan intelekuial yang memiliki pemikiran luas dan rasional.
            Dalam kaitan ini, pendidikan yang masih bersifat tradisional dan hanya monoton pada pendidikan agama saja juga harus diubah, yakni dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern (sains) dan teknologi ke dalam kurikulum. Sehingga dapat menghasilkan generasi yang berintelektual tinggi tatapi tatap sesuai dengan norma-norma dalam islam.
5.      Pemikiran Hasyim Asy’ari
            Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimilki menghasilkan manfaat baik di dunia maupun di akhirat. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yakni bagi siswa hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, tidak sekali-kali berniat untuk duniawi semata serta tidak menyepelekan ilmu. Dan yang kedua adalah bagi guru atau pendidik hendaknya juga meluruskan niat, tidak mencari materi semata.[5]
            Dalam konsep pendidikannya Hasyim Asy’ari lebih mengedepankan etika, seperti etika siswa terhadap guru atau sebaliknya, etika keduanya (siswa dan guru) terhadap pelajaran dan proses dalam pengajara, serta etika terhadap alat-alat yang digunakan dalam proses pembelajaran, seperti buku, kitab dan lain-lain. Dengan demikian jika etika-etika itu daan dilaksanakan dengan baik tentunya proses pembelajaran juga bisa berjalan dengan baik.
            Hasyim Asy’ari juga menekankan peran guru, bahwa seorang guru harus mampu memahami psikologi siswanya secara individual, mampu memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi siswaya, mampu membimbing dan mengarahkan siswa-siswanya ke arah yang lebih baik. Dengan demikian guru telah melaksanakan tugasnya dengan baik.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pemikiran pengembangan dalam konteks islam yakni pemikiran yang yang dapat membantu bagaimana mengembangkan pendidikan islam sehingga memiliki montribusi yang signifikan bagi pembangunan masyarakat dan dan pengembangan iptek serta mengembangkan model pendidikan islam yang lebih kreatif dan inovatif dengan tetap komitmen terhadap dimensi fondasionalnya.
Pemikiran tersebut kemudian dapat dicermati dengan empat model pemikiran yaitu model tekstualis salafi, model tradisionalis madzhabi, model modernis, dan model non-modernis.
Dari keempat model pemikiran tersebut banyak para ulama’ yang mengemukakan pemikirannya tentang pendidikan islam, diantaranya:
1.      Ibnu khaldun, dengan prinsip-prinsipnya yang menekankan pada proses pendidikan yang dilakukan oleh pendidik.
2.      Hasan Langgulung, dengan mencantumkan kurikulum sebagai strategi untuk mengembangkan pendidikan islam.
3.      Hasan Al-Banna, dengan teori pengembangan potensi pendidikan jasmani, akal, dan qalb menggunakan salah satu dari enam metode.
4.      Harun Nasution, dengan penyamaannya terhadap konsep pendidkan dengan konsep manusia.
5.      Hasyim Asy’ari, dengan penekanannya terhadap etika di dalam proses belajar mengajar.
            Pemikiran-pemikiran inilah yang kemudian dijadikan rujukan dalam pengembangan pendidikan islam sehingga dapat menghasilkan generasi penerus yang mumpuni dan berintelektual tinggi namun tetap menggunakan dalam norma-norma keislaman.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang telah kami buat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin









.          






DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011.
Muhaimin, Pemikiran dan AktualisasiPengembangan Pendidika Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012.
Nata, Abuddin, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
Siregar, marasudin dkk, Pemikiran Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar, 2006.
Susanto. Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
           
                       
                         

                       



           
           
           
           


[1]Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 1-3.
[2] Marasudin Siregar dkk, Pemikiran Pendidikan Islam (Semarang: Pustaka Pelajar , 2006), hlm 16-18.
[3] A. Susanto, Pemikiran Pendidika Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 128-135
[4] A. Susanto, Pemikiran, hlm. 66.
[5] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm 121-123.

0 komentar:

Posting Komentar