Rabu, 15 Oktober 2014

AUTOBIOGRAFI


Sejilid Lembar-lembar Kehidupan

*Tentang Saya
            Saya adalah seorang gadis dari desa kecil yang dikelilingi oleh rimbunnya pohon kelapa sawit dan pohon karet. Dusun II Kencana Mulia, Rambang, Muara Enim, Sumatera Selatan adalah tempat yang saya sebut desa kecil itu. Di sanalah saya pertama kali berkenalan dengan yang namanya dunia, tepatnya pada pukul 17:00 hari senin kliwon 01 januari 1996. Sejak saat itu pula saya dikaruniai nama Lailin Uyun Munfaridah oleh dua insan yang sangat menyayangi saya dan rela melakukan apapun untuk saya. Mereka adalah Thoriqoddin yang saya sebut bapak dan Romiyah yang saya sebut ibu. Berkebun karet atau sawit di siang hari dan mengajar madarasah diniyah di malam hari adalah kegiatan rutin bapak untuk senantiasa mencukupi kebutuhan keluarga. Sedangkan ibu menghabiskan hari dengan mengurus kebutuhan rumah tangga sambil terkadang membantu bapak. 

*Perjalanan Memburu Ilmu

            Pada usia 3,5 tahun, dua idola saya yaitu bapak dan ibu, mulai mengenalkan dan mengajarkan banyak hal baru kepada saya mulai dari membaca dan menulis baik tulisan arab maupun indonesia. Kemudian pada usia 4,5 tahun tepatnya pada juli tahun 2000, orang tua saya mulai memperkenalkan saya dengan dunia pendidikan. TK Budi Luhur adalah tempat yang menjadi awal sejarah pendidikan formal saya. Di bangku TK saya dibimbing oleh wanita penyabar bernama Sunarti. Dan selama itu pula dua idola saya terus mengajarkan hal baru, mereka mulai mengajari saya menghitung yaitu penjumlahan dan pengurangan. Hal ini yang menyebabkan saya menjadi juara kelas di akhir tahun pelajaran, dan itu menyebabkan guru saya bingung untuk tetap mempertahankan saya di TK atau meluluskan saya. Akhirnya beliau memutuskan untuk meluluskan saya meskipun baru satu tahun berada di TK, karena pada dasarnya baru boleh lulus pada usia 6 tahun lebih. Pada saat itu saya baru berusia 5,5 tahun.
            Juli 2001, saya mulai memasuki tingkat sekolah dasar yaitu SD N II Kencana Mulia. Dan bersamaan dengan itu orang tua saya juga memasukkan saya ke sekolah berbasis agama yakni Madrasah Diniyah Sabilul Huda yang juga  berada di desa tempat saya tinggal. Saya sadar bahwa orang tua saya tidak menginginkan saya hanya faham ilmu dunia, tetapi juga ilmu agama. Sejak awal masa SD orang tua saya mulai meningkatkan pengajarannya, menghitung sudah mulai merambah pada perkalian dan pembagian dan membaca tulisan arab yang lebih rumit. Walhasil pada saat saya duduk di bangku kelas 2 SD saya sudah pandai operasi hitung matematika dan lancar membaca tulisan arab atau mengaji. kemudian di kelas 3, saya mulai diberi tanggung jawab lebih oleh guru saya. Saya di minta untuk menjadi ketua kelas dan itu berlangsung selama 3 tahun berturut-turut. Sebenaranya saya bosan dan capek mengingat kebanyakan dari teman sekelas saya adalah laki-laki dan mereka semua bandel, tetapi karena amanah itu sudah diberikan mau tidak mau harus dijalankan. Sampai-sampai terkadang saya menangis menghadapi kenakalan teman-teman saya. Saat usia 9 tahun atau tepatnya saat saya duduk di kelas 4, keluarga saya semakin lengkap dengan hadirnya adik saya yang diberikan nama Farih Fatihul Anwari.
            Kemudian pada juli 2007,  setelah saya lulus dari SD saya melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yang juga masih berada di desa tempat saya tinggal. MTs YPI Sabilul Huda sebagai jenjang pendidikan formal saya selanjutnya. Di sana saya adalah angkatan ke-dua karena sekolah tersebut baru saja didirikan. Jadi saya masih merasakan yang namanya ikut membantu kegiatan pembangunan sekolah, minimnya fasilitas, dan sebagainya. Tetapi saya tetap bangga pada almamater saya ini karena meskipun sekolah saya adalah sekolah baru dan satu-satunya sekolah berbasis agama dalam satu kecamatan, tetapi sekoah saya mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Terbukti dengan aktifnya mengikuti kegiatan-kegiatan luar yang tentu saya juga tidak pernah absen dari kegiatan tersebut, misalnya Perlombaan Baris Berbaris, karnaval, dan perkemahan jumat sabtu minggu tingkat kecamatan. Bahkan pada tahun 2008 saya juga mengikuti perlombaan MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) tingkat kabupaten Muara Enim cabang Syarhil Quran mewakili kecamatan Rambang, dan Alhamdulillah tim saya dapat membawa pulang juara 2 padahal lawan kami adalah kebanyakan mahasiswa. Dari awal memasuki bangku MTs, saya ingin sekali belajar di pondok pesantren dan akhirnya orang tua sepakat untuk mulai mengizinkan saya tinggal di pesantren Sabilul Huda saat kelas VIII. Saya merasa menjadi lebih mandiri pada saat itu. Di bangku MTs pula saya mulai belajar berorganisasi, sesuatu yang tidak pernah disangka-sangka saya di calonkan sebagai ketua OSIS oleh kepala sekolah saya dan  hasil voting menunjukkan bahwa saya memang harus memegang amanah tersebut. Karena sekolah saya adalah sekolah baru jadi kegiatan dan organisasi masih berlangsung alakadarnya. Dan sesuatu yang harus disyukuri juga, saya selalu mendapatkan peringkat paralel pertama dari pertama masuk sampai terakhir lulus dari MTs.
            Selepas lulus dari MTs saya melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Namun sekolah yang saya inginkan adalah sekolah yang jauh dari tempat saya tinggal, saya ingin sekolah di pulau Jawa. Saya berfikiran bahwa saya akan mendapatkan pengalaman dan pendidikan yang lebih jika besekolah di Jawa. Awalnya orang tua tidak mengizinkan karena terlalu jauh, namun pada akhirnya saya diperbolehkan sekolah di Jawa dengan syarat harus bersekolah di desa atau tempat terpencil yang jauh dari pengaruh pergaulan kota sembari mondok di pesantren. Keputusan akhirnya MA Tajul Ulum dan Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin yang ditunjuk orang tua sebagai tempat berburu ilmu saya selanjutnya. Dan pada juli 2010 diantarlah saya ke desa Brabo kecamatan Tanggungharjo kabupaten Grobogan, tempat di mana sekolah dan poesanren pilihan orang tua saya berada. Awalnya saya merasa sulit karena belum memiliki banyak teman, namun lambat laun saya bisa melewati hal tersebut dan menemukan kenyamanan sekolah di sana. Memasuki kelas XI saya mengambil Program IPA karena saya lebih suka menghitung daripada membaca dan menghafal. Walaupun sebenarnya saya juga sedikit tertarik dengan program Bahasa, tetapi pada akhirnya pilihan tetap saya jatuhkan pada IPA karena orang tua juga sangat mendukung. Kehidupan bersekolah saya semakin nyaman dengan hadirnya para sahabat, mereka adalah Miftahatul Khoeriyah, Lailatun Nadhifah, Tina Rahayu, dan Nur Hidayah. Tidak pernah bermaksud untuk membentuk gang atau semacamnya tapi kebersamaan di antara kami berlima terbentuk begitu saja dan akhirnya kami semakin dekat dan saling mendukung satu sama lain. Di MA prestasi akademik saya tidak secemerlang saat TK, SD, atau MTs. Saya hanya mampu mendapat peringkat pertama satu kali dan selanjutnya hanya dapat masuk 5 besar. Tetapi saya tetap mensyukuri hal tersebut karena saya sadar bahwa orang-orang yang bersekolah di sekolah saya datang dari berbagai wilayah, tentu persaingan semakin ketat. Dan tujuan utama saya adalah ilmu bukan peringkat. Saya juga ikut dalam kepengurusan OSIS saat berada di bangku MA, hal ini juga sesuatu yang saya tidak pernah menyangkanya, tapi Alhamdulillah sekali karena saya mendapatkan pengalaman baru lagi. Di Brabo, selain saya belajar di sekolah formal dan belajar di pesantren, saya juga belajar di sekolah berbasis agama lagi. Madrasah Diniyah Tajul Ulum sebagai sekolah ke dua saya setelah paginya sekolah formal di MA. Saya masuk di kelas V awaliyah karena dirumah juga pernah merasakan pendidikan yang serupa.
            Saya menyelesaikan pendidikan saya di MA pada juni 2013. Kemudian saya berencana melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi. Untuk mewujudkan hal itu saya mengikuti berbagai seleksi masuk Perguruan Tinggi. Dan akhirnya pada juli 2013 saya menerima pengumuman bahwa saya diterima di Program pendidikan Tadris Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang. Sebenarnya saya tidak terlalu menginginkan kuliah di bidang pendidikan dan universitas islam pula. Tetapi takdir mengatakan bahwa saya harus berada di sini. Mungkin memang karena usaha saya juga kurang maksimal untuk dapat diterima di universitas yang saya inginkan. Meskipun demikian, saya sudah amat bersyukur karena dapat melanjutkan ke bangku perkuliahan. Selain itu konsentrasi yang saya ambil pada saat ini memang bidang yang diinginkan orang tua dan pihak sekolah atau guru-guru di desa tempat saya tinggal. Mereka berharap bahwa kelak saya akan kembali ke desa lagi untuk menggantikan mereka yang sudah semakin lanjut usia.
            Pada tahun pertama di bangku kuliah, saya memilih asrama mahasiswa sebagai tempat tinggal saya, yaitu Mahad al Jamiah walisongo. Alasan mengapa saya memilih mahad karena kegiatan mahad sangat berkualitas untuk mendukung kehidupan perkuliahan saya. Mahad Walisongo adalah asrama yang berbasis pesantren modern. Ilmu klasik seperti mengkaji kitab kuning dipadukan dengan program kehidupan bilingual yang mampu mengimbangi kehidupan di zaman yang semakin maju ini. Bahasa Indonesia tidak berlaku untuk percakapan sehari-hari disini, yang ada saya dan santri-santri lainnya harus menggunakan bahasa arab atau bahasa inggris jika ingin saling sapa ataupun cerita. Masa wajib untuk tinggal di asrama adalah tahun pertama dan pada tahun selanjutnya saya dan yang lainnya diperkenankan untuk mencari pengalaman dengan menimba ilmu di tempat lain. Kemudian akhir agustus 2014 lalu, saya memutuskan untuk melanjutkan berburu ilmu di Pondok pesantren Daarun Najah sembari melanjutkan kuliah saya di semester 3. Sampai saat ini saya masih berdomisili di pesantren yang beralamatkan Jl. Stasiun Jrakah Kelurahan Jrakah Kecamatan Tugu Kabupaten Semarang tersebut.
            Selama satu tahun menghabiskan waktu di bangku perkuliahan ini, saya justru pasif dibidang organisasi. Entah bagaimana alasannya, saya juga bingung dengan diri saya sendiri. Mungkin hal ini karena saya terlalu takut jika kuliah saya akan terganggu. Dan ini membuat saya menyesal. Sebelumnya saya pernah aktif dalam suatu UKMI di kampus saya, namun karena suatu alasan tertentu akhirnya saya tidak dapat aktif lagi. Dari pada saya berlarut-larut dengan penyesalan, saya memutuskan untuk tetap menjalani perkuliahan saya dengan tekun. Saya bertekad bahwa saya harus mendapatkan hasil yang maksimal karena hanya fokus pada perkuliahan. Dan saya juga beranggapan bahwa setahun ini saya belum beruntung untuk kesempatan berorganisasi. Semoga akan ada kesempatan diwaktu yang akan datang.

*Bakat Tak Terlihat
            Terlahir dari keluarga di desa terpencil, saya merasa bahwa selama saya menjalani hiruk-pikuknya kehidupan saya memiliki sesuatu yang tidak semua orang memilikinya. Meskipun hal itu tidak terlalu kentara, saya tetap mensyukurinya. Bapak saya adalah seseorang yang sangat menyukai hal-hal yang berbau seni, dan ternyata darah pecinta seni itu juga mengalir dalam diri saya. Hal ini tercermin dari kemampuan saya dalam hal tulis menulis arab yaitu kaligrafi. Di bangku MA, saya juga mempunyai panggilan khusus dari teman-teman saya. mereka memanggil saya dengan sebutan si kreatif karena pada kegiatan-kegiatan tertentu saya sering menyumbangkan ide demi terciptanya sesuatu yang berbeda. Saya juga sering memberikan kejutan untuk teman-teman saya dari buah prakarya tangan saya sendiri. 


*Asa dalam Cita-cita
            Berbicara mengenai cita-cita, sebenarnya cita-cita saya telah pupus sejak saya akan masuk perguruan tinggi. Awalnya saya berkeinginan menjadi seorang arsitek, namun orang tua saya menyarankan untuk meninggalkan apa yang saya ingin capai tersebut. Mereka berdalih bahwa hal itu demi kebaikan saya kelak. Dan saya berfikiran bahwa keputusan orang tua akan berperan penting di masa depan saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti keinginan orang tua saya, yaitu berperan di bidang pendidikan. Dan saya berharap kelak saya dapat menjadi seorang pengajar di Perguruan Tinggi atau dosen. Sejauh ini usaha yang telah saya lakukan untuk mencapai cita-cita tersebut adalah aktif dan rajin dalam mengikuti perkuliahan, belajar sungguh-sungguh meski dengan semangat yang naik turun serta tak lupa berdoa kepada Yang Maha Memberi Kehidupan. Untuk dapat merealisasikan cita-cita tersebut juga, saya memiliki target menyelesaikan studi S1 saya di tahun 2017 untuk kemudian melanjutkan studi S2 di universitas lain dengan mengambil konsentrasi yang sama, yaitu matematika. Namun sebagai manusia biasa saya hanya mampu berencana sambil terus berusaha, adapun keputusan akhirnya saya serahkan kepada Allah SWT. Semoga apa yang saya, orang tua dan keluarga harapkan dapat menjadi suatu hal yang nyata. Aamiin.