Sejilid Lembar-lembar Kehidupan
*Tentang Saya
Saya adalah seorang gadis dari desa
kecil yang dikelilingi oleh rimbunnya pohon kelapa sawit dan pohon karet. Dusun
II Kencana Mulia, Rambang, Muara Enim, Sumatera Selatan adalah tempat yang saya
sebut desa kecil itu. Di sanalah saya pertama kali berkenalan dengan yang
namanya dunia, tepatnya pada pukul 17:00 hari senin kliwon 01 januari 1996.
Sejak saat itu pula saya dikaruniai nama Lailin Uyun Munfaridah oleh dua insan
yang sangat menyayangi saya dan rela melakukan apapun untuk saya. Mereka adalah
Thoriqoddin yang saya sebut bapak dan Romiyah yang saya sebut ibu. Berkebun
karet atau sawit di siang hari dan mengajar madarasah diniyah di malam hari
adalah kegiatan rutin bapak untuk senantiasa mencukupi kebutuhan keluarga.
Sedangkan ibu menghabiskan hari dengan mengurus kebutuhan rumah tangga sambil
terkadang membantu bapak.
*Perjalanan Memburu Ilmu
*Perjalanan Memburu Ilmu
Pada usia 3,5 tahun, dua idola saya
yaitu bapak dan ibu, mulai mengenalkan dan mengajarkan banyak hal baru kepada
saya mulai dari membaca dan menulis baik tulisan arab maupun indonesia.
Kemudian pada usia 4,5 tahun tepatnya pada juli tahun 2000, orang tua saya
mulai memperkenalkan saya dengan dunia pendidikan. TK Budi Luhur adalah tempat
yang menjadi awal sejarah pendidikan formal saya. Di bangku TK saya dibimbing
oleh wanita penyabar bernama Sunarti. Dan selama itu pula dua idola saya terus
mengajarkan hal baru, mereka mulai mengajari saya menghitung yaitu penjumlahan
dan pengurangan. Hal ini yang menyebabkan saya menjadi juara kelas di akhir
tahun pelajaran, dan itu menyebabkan guru saya bingung untuk tetap
mempertahankan saya di TK atau meluluskan saya. Akhirnya beliau memutuskan
untuk meluluskan saya meskipun baru satu tahun berada di TK, karena pada
dasarnya baru boleh lulus pada usia 6 tahun lebih. Pada saat itu saya baru
berusia 5,5 tahun.
Juli 2001, saya mulai memasuki tingkat
sekolah dasar yaitu SD N II Kencana Mulia. Dan bersamaan dengan itu orang tua
saya juga memasukkan saya ke sekolah berbasis agama yakni Madrasah Diniyah
Sabilul Huda yang juga berada di desa
tempat saya tinggal. Saya sadar bahwa orang tua saya tidak menginginkan saya
hanya faham ilmu dunia, tetapi juga ilmu agama. Sejak awal masa SD orang tua
saya mulai meningkatkan pengajarannya, menghitung sudah mulai merambah pada
perkalian dan pembagian dan membaca tulisan arab yang lebih rumit. Walhasil
pada saat saya duduk di bangku kelas 2 SD saya sudah pandai operasi hitung
matematika dan lancar membaca tulisan arab atau mengaji. kemudian di kelas 3,
saya mulai diberi tanggung jawab lebih oleh guru saya. Saya di minta untuk
menjadi ketua kelas dan itu berlangsung selama 3 tahun berturut-turut.
Sebenaranya saya bosan dan capek mengingat kebanyakan dari teman sekelas saya
adalah laki-laki dan mereka semua bandel, tetapi karena amanah itu sudah
diberikan mau tidak mau harus dijalankan. Sampai-sampai terkadang saya menangis
menghadapi kenakalan teman-teman saya. Saat usia 9 tahun atau tepatnya saat
saya duduk di kelas 4, keluarga saya semakin lengkap dengan hadirnya adik saya
yang diberikan nama Farih Fatihul Anwari.
Kemudian pada juli 2007, setelah saya lulus dari SD saya melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi yang juga masih berada di desa tempat saya
tinggal. MTs YPI Sabilul Huda sebagai jenjang pendidikan formal saya
selanjutnya. Di sana saya adalah angkatan ke-dua karena sekolah tersebut baru
saja didirikan. Jadi saya masih merasakan yang namanya ikut membantu kegiatan
pembangunan sekolah, minimnya fasilitas, dan sebagainya. Tetapi saya tetap
bangga pada almamater saya ini karena meskipun sekolah saya adalah sekolah baru
dan satu-satunya sekolah berbasis agama dalam satu kecamatan, tetapi sekoah
saya mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Terbukti dengan aktifnya
mengikuti kegiatan-kegiatan luar yang tentu saya juga tidak pernah absen dari
kegiatan tersebut, misalnya Perlombaan Baris Berbaris, karnaval, dan perkemahan
jumat sabtu minggu tingkat kecamatan. Bahkan pada tahun 2008 saya juga
mengikuti perlombaan MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) tingkat kabupaten Muara
Enim cabang Syarhil Quran mewakili kecamatan Rambang, dan Alhamdulillah tim
saya dapat membawa pulang juara 2 padahal lawan kami adalah kebanyakan
mahasiswa. Dari awal memasuki bangku MTs, saya ingin sekali belajar di pondok
pesantren dan akhirnya orang tua sepakat untuk mulai mengizinkan saya tinggal
di pesantren Sabilul Huda saat kelas VIII. Saya merasa menjadi lebih mandiri
pada saat itu. Di bangku MTs pula saya mulai belajar berorganisasi, sesuatu
yang tidak pernah disangka-sangka saya di calonkan sebagai ketua OSIS oleh
kepala sekolah saya dan hasil voting
menunjukkan bahwa saya memang harus memegang amanah tersebut. Karena sekolah
saya adalah sekolah baru jadi kegiatan dan organisasi masih berlangsung
alakadarnya. Dan sesuatu yang harus disyukuri juga, saya selalu mendapatkan
peringkat paralel pertama dari pertama masuk sampai terakhir lulus dari MTs.
Selepas lulus dari MTs saya
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Namun sekolah yang saya inginkan
adalah sekolah yang jauh dari tempat saya tinggal, saya ingin sekolah di pulau
Jawa. Saya berfikiran bahwa saya akan mendapatkan pengalaman dan pendidikan
yang lebih jika besekolah di Jawa. Awalnya orang tua tidak mengizinkan karena
terlalu jauh, namun pada akhirnya saya diperbolehkan sekolah di Jawa dengan
syarat harus bersekolah di desa atau tempat terpencil yang jauh dari pengaruh
pergaulan kota sembari mondok di pesantren. Keputusan akhirnya MA Tajul Ulum
dan Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin yang ditunjuk orang tua sebagai tempat
berburu ilmu saya selanjutnya. Dan pada juli 2010 diantarlah saya ke desa Brabo
kecamatan Tanggungharjo kabupaten Grobogan, tempat di mana sekolah dan
poesanren pilihan orang tua saya berada. Awalnya saya merasa sulit karena belum
memiliki banyak teman, namun lambat laun saya bisa melewati hal tersebut dan
menemukan kenyamanan sekolah di sana. Memasuki kelas XI saya mengambil Program
IPA karena saya lebih suka menghitung daripada membaca dan menghafal. Walaupun
sebenarnya saya juga sedikit tertarik dengan program Bahasa, tetapi pada
akhirnya pilihan tetap saya jatuhkan pada IPA karena orang tua juga sangat
mendukung. Kehidupan bersekolah saya semakin nyaman dengan hadirnya para
sahabat, mereka adalah Miftahatul Khoeriyah, Lailatun Nadhifah, Tina Rahayu,
dan Nur Hidayah. Tidak pernah bermaksud untuk membentuk gang atau semacamnya
tapi kebersamaan di antara kami berlima terbentuk begitu saja dan akhirnya kami
semakin dekat dan saling mendukung satu sama lain. Di MA prestasi akademik saya
tidak secemerlang saat TK, SD, atau MTs. Saya hanya mampu mendapat peringkat
pertama satu kali dan selanjutnya hanya dapat masuk 5 besar. Tetapi saya tetap
mensyukuri hal tersebut karena saya sadar bahwa orang-orang yang bersekolah di
sekolah saya datang dari berbagai wilayah, tentu persaingan semakin ketat. Dan
tujuan utama saya adalah ilmu bukan peringkat. Saya juga ikut dalam
kepengurusan OSIS saat berada di bangku MA, hal ini juga sesuatu yang saya
tidak pernah menyangkanya, tapi Alhamdulillah sekali karena saya mendapatkan
pengalaman baru lagi. Di Brabo, selain saya belajar di sekolah formal dan
belajar di pesantren, saya juga belajar di sekolah berbasis agama lagi.
Madrasah Diniyah Tajul Ulum sebagai sekolah ke dua saya setelah paginya sekolah
formal di MA. Saya masuk di kelas V awaliyah karena dirumah juga pernah
merasakan pendidikan yang serupa.
Saya menyelesaikan pendidikan saya
di MA pada juni 2013. Kemudian saya berencana melanjutkan ke jenjang Perguruan
Tinggi. Untuk mewujudkan hal itu saya mengikuti berbagai seleksi masuk
Perguruan Tinggi. Dan akhirnya pada juli 2013 saya menerima pengumuman bahwa
saya diterima di Program pendidikan Tadris Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang. Sebenarnya saya tidak terlalu
menginginkan kuliah di bidang pendidikan dan universitas islam pula. Tetapi
takdir mengatakan bahwa saya harus berada di sini. Mungkin memang karena usaha
saya juga kurang maksimal untuk dapat diterima di universitas yang saya
inginkan. Meskipun demikian, saya sudah amat bersyukur karena dapat melanjutkan
ke bangku perkuliahan. Selain itu konsentrasi yang saya ambil pada saat ini
memang bidang yang diinginkan orang tua dan pihak sekolah atau guru-guru di
desa tempat saya tinggal. Mereka berharap bahwa kelak saya akan kembali ke desa
lagi untuk menggantikan mereka yang sudah semakin lanjut usia.
Pada tahun pertama di bangku kuliah,
saya memilih asrama mahasiswa sebagai tempat tinggal saya, yaitu Mahad al
Jamiah walisongo. Alasan mengapa saya memilih mahad karena kegiatan mahad
sangat berkualitas untuk mendukung kehidupan perkuliahan saya. Mahad Walisongo
adalah asrama yang berbasis pesantren modern. Ilmu klasik seperti mengkaji
kitab kuning dipadukan dengan program kehidupan bilingual yang mampu
mengimbangi kehidupan di zaman yang semakin maju ini. Bahasa Indonesia tidak
berlaku untuk percakapan sehari-hari disini, yang ada saya dan santri-santri
lainnya harus menggunakan bahasa arab atau bahasa inggris jika ingin saling
sapa ataupun cerita. Masa wajib untuk tinggal di asrama adalah tahun pertama
dan pada tahun selanjutnya saya dan yang lainnya diperkenankan untuk mencari
pengalaman dengan menimba ilmu di tempat lain. Kemudian akhir agustus 2014
lalu, saya memutuskan untuk melanjutkan berburu ilmu di Pondok pesantren Daarun
Najah sembari melanjutkan kuliah saya di semester 3. Sampai saat ini saya masih
berdomisili di pesantren yang beralamatkan Jl. Stasiun Jrakah Kelurahan Jrakah
Kecamatan Tugu Kabupaten Semarang tersebut.
Selama satu tahun menghabiskan waktu
di bangku perkuliahan ini, saya justru pasif dibidang organisasi. Entah
bagaimana alasannya, saya juga bingung dengan diri saya sendiri. Mungkin hal
ini karena saya terlalu takut jika kuliah saya akan terganggu. Dan ini membuat
saya menyesal. Sebelumnya saya pernah aktif dalam suatu UKMI di kampus saya,
namun karena suatu alasan tertentu akhirnya saya tidak dapat aktif lagi. Dari
pada saya berlarut-larut dengan penyesalan, saya memutuskan untuk tetap
menjalani perkuliahan saya dengan tekun. Saya bertekad bahwa saya harus
mendapatkan hasil yang maksimal karena hanya fokus pada perkuliahan. Dan saya
juga beranggapan bahwa setahun ini saya belum beruntung untuk kesempatan
berorganisasi. Semoga akan ada kesempatan diwaktu yang akan datang.
*Bakat Tak Terlihat
Terlahir dari keluarga di desa
terpencil, saya merasa bahwa selama saya menjalani hiruk-pikuknya kehidupan
saya memiliki sesuatu yang tidak semua orang memilikinya. Meskipun hal itu
tidak terlalu kentara, saya tetap mensyukurinya. Bapak saya adalah seseorang
yang sangat menyukai hal-hal yang berbau seni, dan ternyata darah pecinta seni
itu juga mengalir dalam diri saya. Hal ini tercermin dari kemampuan saya dalam
hal tulis menulis arab yaitu kaligrafi. Di bangku MA, saya juga mempunyai
panggilan khusus dari teman-teman saya. mereka memanggil saya dengan sebutan si
kreatif karena pada kegiatan-kegiatan tertentu saya sering menyumbangkan ide
demi terciptanya sesuatu yang berbeda. Saya juga sering memberikan kejutan
untuk teman-teman saya dari buah prakarya tangan saya sendiri.
*Asa dalam Cita-cita
Berbicara mengenai cita-cita,
sebenarnya cita-cita saya telah pupus sejak saya akan masuk perguruan tinggi. Awalnya
saya berkeinginan menjadi seorang arsitek, namun orang tua saya menyarankan
untuk meninggalkan apa yang saya ingin capai tersebut. Mereka berdalih bahwa
hal itu demi kebaikan saya kelak. Dan saya berfikiran bahwa keputusan orang tua
akan berperan penting di masa depan saya. Akhirnya saya memutuskan untuk
mengikuti keinginan orang tua saya, yaitu berperan di bidang pendidikan. Dan saya
berharap kelak saya dapat menjadi seorang pengajar di Perguruan Tinggi atau
dosen. Sejauh ini usaha yang telah saya lakukan untuk mencapai cita-cita
tersebut adalah aktif dan rajin dalam mengikuti perkuliahan, belajar
sungguh-sungguh meski dengan semangat yang naik turun serta tak lupa berdoa
kepada Yang Maha Memberi Kehidupan. Untuk dapat merealisasikan cita-cita
tersebut juga, saya memiliki target menyelesaikan studi S1 saya di tahun 2017
untuk kemudian melanjutkan studi S2 di universitas lain dengan mengambil
konsentrasi yang sama, yaitu matematika. Namun sebagai manusia biasa saya hanya
mampu berencana sambil terus berusaha, adapun keputusan akhirnya saya serahkan
kepada Allah SWT. Semoga apa yang saya, orang tua dan keluarga harapkan dapat
menjadi suatu hal yang nyata. Aamiin.