DEMOKRASI
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pendidikan
Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Khusnul
Fajriyah, M.Pd
Disusun Oleh :
Dzulfikar Ahmad
Adipura (133211048)
Evi Fatmawati (133311041)
Anilta
Rosikhatul Ulum (133511042)
Lailin Uyun
Munfaridah (133511052)
Niken Noviana
Rosyadi (133711034)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Semua
negara mengakui bahwa demokrasi sebagai alat ukur darikeabsahan politik.
Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis
tegaknya sistem politik demokrasi. Demokrasimeletakkan rakyat pada posisi
penting, hal ini karena masih memegang teguhrakyat selaku pemegang kedaulatan.
Negara yang tidak memegang demokrasidisebut negara otoriter.
Demokrasi
sebagai bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling
lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol.
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi
demokrasi, untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik
menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu.
Terbukti bahwa sejak Indonesia merdeka sampai saat ini berbagai model demokrasi
telah dijalankan di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Demokrasi?
2.
Bagaimana
sejarah terciptanya Demokrasi?
3.
Apa
saja unsur-unsur pendukung tegaknya Demokrasi?
4.
Apa
saja model-model Demokrasi itu?
5.
Bagaimana
Demokrasi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata yunani, yaitu: demos yang berarti
rakyat dan kratos yang berarti pemerintah. Jadi, Demokrasi artinya
pemerintahan rakyat, yaitu pemerintah yang rakyatnya memegang peran yang sangat
menentukan.[1]
Sedangkan pengertian Demokrasi dari beberapa ahli yaitu:
1.
Joseph
A. Schmeter mengatakan Demokrasi merupakan perencanaan institusional untuk
mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. [2]
2.
Sidney
Hook berpendapat Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
3.
Henry
H. Mayo menyatakan Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang
menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan berpolitik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan berpolitik.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai sistem bermasyarakat
dan bernegara, hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial
dan politik. Dengan kata lain demokrasi sebagai pemerintahan yang berada
ditangan rakyat mengandung tiga hal, yaitu pemerintah dari rakyat pemerintah
oleh rakyat dan pemerintah untuk rakyat. Tiga faktor ini merupakan tolok ukur
umum dari satu pemerintahan yang Demokratis.[3]
B.
Sejarah Demokrasi
Konsep Demokrasi lahir dari tradisi pemikiran yunani tentang
hubungan negara dan hukum, yaitu antara abad ke-6 SM sampai abad ke4 M.
Demokrasi pada masa itu berbentuk
demokrasi langsung (direct democracy) yaitu hak rakyat untuk membuat
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara
berdasarkan prosedur mayoritas. Demokrasi langsung berjalan secara efektif karena yunani kuno merupakan sebuah kawasan
politik yang kecil. Tetapi ternyata hanya kalangan tertentu yang dapat
menikmati dan menjalankan sistem demokrasi ini.[4]
Demokrasi kuno berakhir pada abad pertengahan, dan masyarakan
berubah menjadi masyarakan feodal dimana kehidupan keagamaan dipegang oleh Paus
dan pejabat agama dengan kehidupan politik. Kemudian Demokrasi tumbuh kembali
di Eropa menjelang akhir abad pertengahan yang ditandai oleh lahirnya Magna
Charta (Piagam Besar) yaitu suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum
Bangsawan dan Raja John Inggris.
Kemudian dua filsuf besar yaitu John Locke (Inggris) dan
Montesquieu (Perancis) telah menyumbangkan gagasan mengenai pemerintahan
demokrasi. Menurut John Locke (1632-1704), hak-hak poitik rakyat mencakup hak
hidup, kebebasan dan hak memiliki (live, liberal, property). Sedangkan
Montesquieu (1689-1955) menjamin hak-hak politik menurut “Trias Politika”,
yaitu suatu system pemisahan kekuasaan dalam Negara ke dalam kekuasaan
legislative, eksekutif, dan yudikatif yang masing-masing harus dipegang
organisai sendiri yang merdeka. Akibat pemikiran tentang hak-hak politik rakyat
dan pemisahan kekuasaan, muncullah kembali ide demokrasi.
C.
Unsur-unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi
Tegaknya Demokrasi sebagai tatanan kehidupan kenegaraan sangat
bergantung pada unsur-unsur penopang tegaknya demokrasi itu sendiri. Beberapa
unsur penting tersebut antara lain:
1.
Negara
hukum (rechtsstaat atau the rule of low)
Negara hukum adalah negara yang memberikan
perlindungan hukum bagi warga negara melalui kelembagaan peradilan yang bebas
dan tidak memihak serta adanya penjaminan HAM. Dalam konferensi Internasional
Commision of jurists di Bangkok seperti yang dikutip oleh Moh. Mahfud MD
disebutkan bahwa ciri-ciri negara hukum adalah sebagai berikut:
a.
Perlindungan
konstitusional artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi juga harus
menentukan cara procedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin,
b.
Adanya
badab kehakiman yang bebas dan tidak memihak,
c.
Adanya
pemilu yang bebas,
d.
Adanya
kebebasan menyatakan pendapat,
e.
Adanya
kebebasan yang berserikat atau berorganisasi dan beroposisi,
f.
Adanya
pendidikan kewarganegaraan.[5]
2.
Masyarakat
Madani (Civil Society)
Masyarakat madani yakni sebuah masyarakat dengan ciri-ciri terbuka,
egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan negara, serta berpartisipasi aktif
dalam menegakkan demokrasi. Posisi penting masyarakat madani dalam pembangunan
demokrasi adalah adanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Menurut Gellner, masyarakat madani bukan hanya merupakan syarat
penting atau prakondisi bagi demokrasi semata, tatanan nilai yang ada pada masyarakat madani,
seperti kebebasan dan kemandirian, merupakan sesuatu yang inheran didalamnya.
Hal ini baik secara internal dalam hubungan horizontal antar warga negara
maupun secara eksternal hubungan vertikal antara negara dengan warga negara.
Dalam praktiknya masyarakat madani dapat menjalankan peran dan fungsinya
sebagai mitra kerja lembaga-lembaga negara maupun melakukan fungsi kontrol
terhadap kebijakan pemerintah. Dengan demikian masyarakat madani sangat penting
keberadaannya dalam demokrasi.
3.
Aliansi
Kelompok Strategis
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah
adanya aliansi kelompok strategis yang terdiri dari partai politik (political
party), kelompok gerakan (movement group) dan kelompok penekan atau
kelompok kepentingan (pressure/intrest group) termasuk didalamnya pres
yang bebas dan bertanggung jawab. Parati politik merupakan struktur kelembgaan
politik yang anggota-anggotanya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dalam mewujudkan
kebijakan-kebijakannya. Sedangkan kelompok gerakan yang diperankan oleh
organisasi masyarakat merupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun dalam
satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya. Kelompok
ketiga adalah kelompok penekan yaitu sekelompok orang dalam sebuah wadah
organisasi yang didasarkan pada kriteria profesionalitas. Ketiga kelompokini dapat saling bekerjasama untuk
melakukan oposisi terhadap pemerintah.
D.
Model-model Demokrasi
Sklar mengajukan lima corak atau model demokrasi, yaitu sebagai
berikut:
1.
Demokrasi
liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum
bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg. Banyak negara Afrika
menerapkan model ini hanya sedikit yang bisa bertahan.
2. Demokrasi terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka
dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai kendaran
untuk menduduki kekuasaan.
3.
Demokrasi sosial adalah demokrasi yang menaruh
kepedulian pada keadilan sosial dan egalitarianisme bagi persyaratan untuk
memperoleh kepercayaan politik.
4.
Demokrasi partisipasi, yang menekankan
hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.
5.
Demokrasi konstitusional, yang menekankan
proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerjasama yang
erat diantara elit elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.
Kemudian demokrasi
juga dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu sudut pandang segi pelaksanaan dan
sudut pandang tugas-tugas dan alat-alat perlengkapan negara.
1. Demokras dilihat dari segi pelaksanaan
a. Demokrasi langsung (direct democracy), terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara dilakukan secara langsung. Pada demokrasi
ini lembaga yudikatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya
pemerintahan, sedangkan pemilihan pejabat eksekutif dan legislatif dilakukan
rakyat secara langsung melalui pemilihan umum.
b.
Demokrasi tidak langsung (indirect democracy), terjadi apabila untuk mewujudkan kedaulatannya rakyat
tidak secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui
lembaga perwakilan. Pada demokrasi ini, lembaga parlemen dituntut kepekaan terhadap
berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam
hubungannya dengan pemerintah atau negara. Dengan demikian demokrasi tidak
langsung disebut juga dengan demokrasi perwakilan.[6]
2.
Demokrasi
dilihat dari tugas-tugas dan alat-alat perlengkapan Negara
a.
Demokrasi
dengan sistem parlementer, merupakan demokrasi yang badan legislatifnya dipilih
oleh rakyat, sedangkan badan eksekutifnya yang disebut kabinet dipilih
berdasarkan suara terbanyak dalam dewan perwakilan rakyat dan dipimpin oleh
perdana menteri.
b.
Demokrasi
dengan system pemisahan kekuasaan, merupakan demokrasi yang kekuasaan
legislative, eksekutif, dan yudikatifnya dipisahkan.
c.
Demokrasi
dengan system referendum, merupakan demokrasi perwakilan dengan control rakyat
secara langsung terhadap wakil-wakilnya di dewan perwaklan rakyat.
Kemudian tatanan demokrasi juga memiliki parameter sebagai tolak
ukur terwujudnya demokrasi itu sendiri. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis
bila dalam mekanisme pemerintahannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi.
Menurut Robert A, Dahl terdapat tujuh prinsip yang harus ada dalam system
demokrasi, yaitu: control atas keputusan pemerintah, pemilihan umum yang jujur,
hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman, kebebasan
mengakses informasi dan kebebasan berserikat.[7]
E.
Demokrasi di Indonesia
1.
Jenis
Demokrasi Indonesia
Bisa
dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan
Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi.
Diantara jenis demokrasi yang digunakan di Indonesia yaitu:
a.
Demokrasi
Desa
Bangsa Indonesia sejak dahulu sesungguhnya telah mempraktikkan ide
tentang demokrasi meskipun masih sederhana dan bukan dalam tingkat kenegaraan.
Di tingkat bawah, bangsa Indonesia telah berdemokrasi, tetapi di tingkat atas,
Indonesia pada masa lalu adalah feodal. Menurut Mohammad Hatta dalam Padmo
Wahyono (1990), desa-desa di Indonesia sudah menjalankan demokrasi, misalnya
dengan pemilihan kepala desa dan adanya rembug desa. Itulah yang disebut
“demokrasi asli”.[8]
Demokrasi desa memiliki lima unsur, yaitu rapat, mufakat, gotong-royong,
hak mengadakan protes bersama, dan hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut.
b.
Demokrasi
Pancasila
Bersumber pada ideologinya, demokrasi yang berkembang di Indonesia
adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang
didasarkan pada nila-nilai Pancasila dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila adalah sebagai
berikut:
1) Kedaulatan rakyat
2) Republik
3) Negara berdasar atas hukum
4) Pemerintahan yang konstitusional
5) Sistem perwakilan
6) Prinsip musyawarah
7) Prinsip ketuhanan
2.
Perkembangan
Demokrasi Indonesia
a.
Periode
1945-1959 (Demokrasi Parlementer)
Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan. Namun demikian, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk
Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi model Barat
ini telah memberi peluang besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi
kehidupan sosial politik.[9]
Faktor-faktor disintegratif ditambah dengan kegagalan-kegagalan
partai-partai dalam majelis konstituante untuk mencapai konsensus mengenai
dasar negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Presiden Soekarno untuk
mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang menegaskan berlakunya
kembali UUD 45. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer
berakhir, digantikan dengan Demokrasi Terpimpin.
b.
Periode
1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan
berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung
politik nasional. Hal ini disebabkan lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui
pembentukan kepemimpinan yang kuat. Sekalipun UUD 1945 memberi peluang seorang
Presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun, tetapi ketetapan MPRS
No.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno
sebagai presiden seumur hidup. Artinya ketetapan ini telah membatalkan
pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.
Akhir dari sistem Demokrasi Terpimpin Soekarno yang berakibat pada
perseteruan politik-ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang
dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 (G30 S-PKI)
c.
Periode
1965-1998 (Demokrasi Pancasila)
Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan
Orde Barunya. Orde Baru sebagaiman dinyatakan pendukungnya, adalah upaya untuk
meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi
dalam masa Demokrasi Terpimpin. Seiring dengan pergantian kepemimpinan
nasional, Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno telah diganti oleh elit
Orde Baru dengan Demokrasi Pancasila.
Hal yang sangat disayangkan adalah, alih-alih pelaksanaan ajaran
Pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila yang dikampanyekan
oleh Orde Baru hanya sebatas retorika politik. Dalam praktik kenegaraan dan
pemerintahan, penguasa Orde Baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
d.
Periode
1998-sekarang
Periode ini sering disebut dengan istilah periode paska-Orde Baru.
Periode ini erat hubungannya dengan gerakan Reformasi yang menuntut pelaksanaan
demokrasi dan HAM secara konsekuen. Penyelewengan atas dasar negara Pancasila
oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati masyarakat terhadap
Pancasila.
Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada dasarnya sangat
terbuka, inklusif dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kalangan
tokoh reformasi untuk tidak menambahkan atribut tertentu pada kata demokrasi.
Demokrasi yang diusung oleh gerakan Reformasi adalah demokrasi yang
sesungguhnya dimana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan
pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana demokrasi paska Orde Baru erat
kaitannya dengan pemberdayaan Masyarakat Madani dan penegakan HAM secara
konsekuen dan sungguh-sungguh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demokrasi sebagai pemerintahan yang berada ditangan rakyat
mengandung tiga hal, yaitu pemerintah dari rakyat pemerintah oleh rakyat dan
pemerintah untuk rakyat.
Konsep Demokrasi lahir dari tradisi pemikiran yunani tentang
hubungan negara dan hukum, yaitu antara abad ke-6 SM sampai abad ke4 M,
berakhir pada abad pertengahan dan tumbuh kembali menjelang akhir abad
pertengahan.
Tegaknya Demokrasi sebagai tatanan kehidupan kenegaraan sangat
bergantung pada unsur-unsur penopang tegaknya demokrasi itu sendiri, yaitu: Negara
hukum (rechtsstaat atau the rule of low), Masyarakat Madani (Civil
Society), dan Aliansi Kelompok Strategis.
Kemudian demokrasi yang telah dijalankan oleh beberapa Negara
menurut Sklar terdiri dari beberapa model yaitu: Demokrasi liberal, Demokrasi terpimpin, Demokrasi sosial, Demokrasi partisipasi, dan Demokrasi konstitusional.
Sedangkan model demokrasi yang dipakai di Indonesia adalah
Demokrasi desa dan Demokrasi pancasila. Tetapi pada dasarnya demokrasi yang digunakan pada setiap periode
itu berbeda-beda, yaitu:
1.
Periode
1945-1959 disebut Demokrasi Parlementer
2.
Periode
1959-1965 disebut Demokrasi Terpimpin
3.
Periode
1965-1998 disebut Demokrasi Pancasila
4.
Periode
1998-sekarang adalah demokrasi tanpa nama tambahan tetapi merupakan demokrasi
yang sesungguhnya.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah
makalah ini penulis paparkan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun, guna meyempurnakan dalam penyusunan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Azra, Azyumardi, 2005, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media.
Gatara, Sahid Asep, dan Subhan Sofhian, 2012, Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education), Bandung: Fokus Media.
Herdiawanto, Heri dan Jumanta Hamdayama, 2010, Cerdas
Kritis dan Aktif Berwarganegara, Jakarta: Erlangga.
Ubaidillah, A, dkk, 2007, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, Edisi Revisi, Jakarta: ICCE UIN Syarf Hidayatullah
Jakarta.
Winarno, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Bumi
Aksara.
[1]
Sahid Asep
Gatara dan Subhan Sofhian, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education),
(Bandung: Fokus Media, 2012), hlm. 120
[2] Heri
Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama, Cerdas Kritis dan Aktif Berwarganegara,
(Jakarta: Erlangga, 2010), hlm.80.
[3] A. Ubaidillah,
dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi, (Jakarta:
ICCE UIN Syarf Hidayatullah Jakarta, 2007), hlm.131-132.
[4] A. Ubaidillah,
dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi,
hlm. 138
[5]
A. Ubaidillah,
dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi,
hlm. 145
[6] Azyumardi
Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta:
Prenada Media, 2005), hlm.80.
[7] A. Ubaidillah
dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi,
hlm. 148
[8] Winarno, Pendidikan
Kewarganegaraan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.101-103
[9]
A. Ubaidillah
dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi,
hlm. 140