Jumat, 09 Mei 2014

LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM


LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM

            Dalam membahas langkah-langkah pengembangan kurikulum kita harus membuat distinksi antara langkah-langkah pengembangan kurikulum makrokospis dan langkah-langkah pengembangan kurikulum mikrokospis. Pada yang pertama kita mengidentifikasi faktor-faktor pengaruh dari segi historis, sosiologis, filosofis, psikologis dan ‘scientific’ trhadap kurikulum dalam arti makro, luas, umum. Pada yang terakhir kita berusaha menterjemhkan pengembangan kurikulum makrokospis ke dalam desain kurikulum (kurikulum mikrokospis), sebab bagaimananpun juga pengembangan kurikulum tak berarti tanpa realisasinya dalam desain kurikulum. Desain kurikulum inilah yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Sangat tepat penegasan Alexander dan Saylor: “It is one of the most privotal concers in the whole area of “Curriculum Planning” (p.245). Kita dapat memperluasnya, desain kurikulum bukan hanya merupakan proses perencanaan kurikulum,tapi juga proses pengembangan kurikulum. [1]

1.      Desain
  Menurut Saylor dan Alexander, Desain kurikulum merupakan pola (Pattern) atau kerangka (framework) atau organisasi struktural (structural organization) yang dipakai dalam menyeleksi, merencanakan, dan mengajukan pengalaman – pengalaman pendidikan di sekolah. Beberapa penulis menyebut desain kurikulum dengan istilah seleksi kurikulum,bentuk,pola, atau organisasi kurikulum,dan sebagainya.
Curriculum Design sangat menentukan hasil-hasil pendidikan yang hendak dicapai. Suatu bentuk kurikulum dapat menghalangi tercapainya tujuan dan kegiatan apa yang akan diberikan kepada anak.
Kita dapat mengorganisir pengalaman – pengalaman pendidikan siswa di sebuah sekolah dalam pola yang telah dikenal seperti organisasi subyek (subject organization), atau mengorganisnya berdasarkan kehidupan sosial (mayor areas of social living),atau berdasarkan kebutuhan dan minat siswa (the needs and interest of pupils as a basis for selecting and developing experience and thus have a problem type of organization). [2]
Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Peyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum yang sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal menangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran mulai yang mudah menuju yang lebih sulit.[3]
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
a.       Subject Central Design
      Merupakan bentuk desain yang paling tua dan populer. Dalam pola ini kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata pelajaran yang diajarkan secara terpisah-pisah. Pola ini juga menekankan pada pengetahuan, nilai-nilai, dan warisan budaya masa lalu, serta berupaya untuk mewarikannya kepada generasi berikutnya.
b.      Learner-Centered Design
      Merupakan bentuk desain yang memberi tempa utama kepad peserta didik. Di dalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong, dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhn peserta didik.
c.       Problem Centered Design
Merupakan bentuk desain yang menekankan pada isi dan perkembangan peserta didik. Pekembangan peserta didiknya ditekankan dalam kesatuan kelompok yang menghadapi masalah dan dipecahkan secara bersama-sama. Sedangkan isi kurikulumnya berupa masalah-masalah yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang.[4]
2.      Implementasi
  Implementasi kurikulum berarti menempatkan kurikulum sebagai acuan proses pembelajaran dan untuk memprediksi hasil pembelajaran. Implementasi kurikulum berlangsung dalam kurun waktu terjadinya interaksi antara sistem kurikulum dan sistem instruksional. Pada titik ini kurikulum menjadi acuan kerja bagi para guru dalam mengembangkan strategi instruksional yang berrti pula saat pesan-pesan dari perencana kurikulum dikomunikasikan dan diinterpretasikan untuk para siswa.
Pada tingkat sekolah, diantara para guru yang terlibat dalam implementasi kurikulum itu perlu kesepakatan yang mengikat dalam menetapkan arah kegiatan dan sinkronisasi tahap-tahap pencapaian sasaran – sasaran pembelajaran. Penilaian atas perubahan perilaku siswa tidak mungkin diselenggarakan sebelum proses pembelajaran berlangsung, walaupun perencanaan strategi pembelajaran merupakan kepanjangan dari strategi kurikulum (planned curriculum strategies). Kedua strategi ini diarahkan untuk mencapai hasil pembelajaran  yang diharapkan melalui proses pembelajaran. Namun dalam praktik keadaan bisa jauh berbeda dari apa yang diuraikan diatas. Kurikulum yang telah direncanakan tidak diimplementasikan secara sistematik, bahkan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama berkas kurikulum hanya sebagai hiasan lemari buku belaka, sementara para guru cenderung kembali pada pola pembelajaran lama.[5]
Setelah sekolah-sekolah dan masyarakat umumnya responsif, kurikulum baru segera dterapkan di skolah-sekolah .Tentu saja pertama-tama guru-guru harus dipersiapkan baik melalui progam pendidikan guru,penataran guru, pembinaan pada centre guru, dan sebagainya.

3.      Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi kurikulum juga merupakan bagian dari keseluruhan sistem penilaian persekolahan yang menjadi bagian dari sistem kurikulum serta tunduk pada proses rekayasa kurikulum,yakni: (a) evaluasi atas penggunaan kurikulum oleh guru; (b) evaluasi atas desain kurikulum; (c) evaluasi atas hasil pembelajaran siswa; dan (d) evaluasi atas sistem kurikulum.
Evaluasi atas pengunaan kurikulum oleh guru  sudah selayaknya menjadi langkah pertama dalam evaluasi kurikulum. Namun langkah ini secara umum sering diabaikan. Cara yang sederhana untuk mengumpulkan data penggunaan kurikulum oleh guru adalah mellui observasi kelas dan mengkaji catatan pengembangan strategi pembelajaran untuk mengetahui apakah strategi itu benar-benar dikembangkan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Apabila ternyata guru tidak mengajar berdasarkan kurikulum yang berlaku, maka evaluasi berakhir pada titik ini karena setiap evaluasi yang dilakukan pada kondisi ini tidak dapat dinyatakan sebagai evaluasi kurikulum. Berbagai alasan mengapa guru mengajar tanpa mengacu pada kurikulum yang berlaku; guru tidak dapat meninggalkan buku teks yang telah digunakan bertahun-tahun; atau guru menganggap kurikulum yang berlaku tidak sesuai.
Dalam tahap evaluasi kurikulum, terdapat tiga model evaluasi kurikulum, yaitu:[6]


a.       Evaluasi model penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta experimen lapangan. Tes psikologis pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intellegency yang ditujukan untuk mengukur kemampua bawaan serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.
Sedangkan penggunaan experimen lapangan adalah dengan mengadakan pembandingan antara dua macam kelompok anak. Misalnya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda.
b.      Evaluasi model objektif
Dalam model ini para evaluator mempunyai peranan menghimpun pendapat pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain, tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Para pengembang kurikulum yang menggunakan system instruksional (model objektif) menggunakan standar pencapaian tujuan tujuan tersebut. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif:[7]
1)      Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.
2)      Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
3)      Menyusun materi kurikulum sesuai dengantujuan tersebut.
4)      Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.

c.       Model campuran multivariasi.
Merupakan strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan, yaitu pendekatan model perbandingan, model Tylor, dan bloom. Strategi ini memungkinkan pembandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan criteria khusus dari masing-masing kurikulum. Model campuran digunakan untuk mengevaluasi baik kurikulum yang menekankan pada isi, tujuan, maupun situasi.[8]

Selain model, di dalam evaluasi kurikulum juga terdapat tiga peranan penting evaluasi, yaitu:
a.       Evaluasi sebagai moral judgement,
Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian. Pertama, evaluasi berisi suatu skala nilai moral dan berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat criteria praktis dan berdasarkan criteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
b.      Evaluasi dan penentuan keputusan
Setiap orang mempunyai hak dalam menentukan keputusan, seperti guru, siswa, orang tua, kepala sekolah dan sebagainya. Pada prinsipnya setiap individu tersebut berhak untuk membuat keputusan sesuai dengan posisinya. Besar atau kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggungjawabnya serta lingkup masalah yang dihadapinya pada suatusaat.
c.       Evaluasidankonsensusnilai
Secara historis consensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisites mental serta eksperimen. Consensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian, yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistic dari pre-test dan post-test dan sebagainya.




                [1] Hendyat Soetopo dan Westy Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara,1986),Hlm.59
                [2]Hendyat Soetopo dan Westy Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara,1986),Hlm.74
                [3]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013),Hlm.113
                [4]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013),Hlm.120
                [5]Tedjo Narsono Reksoatmodjo, Pengembangan kurikulum Pendidikan,(Bandung: PT Refika Aditama,2010),Hlm.105
[6]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,Hlm.185

[7]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,Hlm.186-187


[8]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,Hlm.188


0 komentar:

Posting Komentar